Tanggamus --- Delik dan Kasus.
Proyek revitalisasi pembangunan gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Kaca Marga, Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus, yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 699 juta, kini menjadi subjek sorotan dan perbincangan publik. Kamis (30/10/2025).
Bukan karena kemegahannya, melainkan karena dugaan skandal penggunaan material di bawah standar yang berpotensi mengubah fasilitas pendidikan ini menjadi 'bom waktu' struktural yang mengancam keselamatan ratusan peserta didik.
Di tengah besarnya dana rakyat yang digelontorkan, pengerjaan proyek ini disinyalir menyimpan kejanggalan serius: penggunaan pasir laut yang secara fundamental dilarang dalam konstruksi bermutu tinggi.
Kejanggalan utama yang ditemukan oleh tim investigasi di lokasi proyek adalah kontras tajam antara anggaran fantastis dan kualitas material yang digunakan.
Pasir yang ditemukan dicampur dalam adukan pemasangan bata terlihat menyerupai lumpur, sebuah indikasi kuat adanya kandungan pasir laut atau pasir lumpur yang berasal dari jenis batuan yang rapuh, bukan pasir konstruksi yang keras dan bergradasi baik.
“Di lapangan, kami menemukan bahan adukan yang akan digunakan untuk konstruksi pemasangan bata terlihat seperti lumpur. Hal ini jelas disebabkan oleh material pasir dari laut. Kondisi adukan ini jelas menyalahi aturan karena mengabaikan kualitas bangunan dan berpotensi menjadi ancaman serius bagi keselamatan anak-anak sekolah,” tegas Helmi, Ketua LPAKN RI PROJAMIN Tanggamus.
Pengambilan pasir laut untuk proyek konstruksi juga membawa dampak lingkungan yang menghancurkan Ekosistem Pesisir dan Biota laut seperti terumbu karang, lamun, dan area perkembangbiakan ikan hancur, memutus rantai makanan laut.
Disamping itu Pengambilan pasir menghilangkan penyangga alami pantai, mempercepat abrasi dan mengancam pemukiman serta infrastruktur pesisir.
Ini adalah kerusakan ganda: merusak lingkungan demi membangun struktur yang pada akhirnya gagal dan berbahaya.
Selain material yang dipertanyakan, metode pengerjaan di lapangan juga menuai kritik pedas. Pantauan menunjukkan cara pemasangan bata yang jauh dari standar profesional. Kualitas adukan yang buruk membuat ikatan antar material menjadi lemah dan rentan, secara fundamental melemahkan struktur bangunan secara keseluruhan.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai integritas dan akuntabilitas kontraktor pelaksana.
Bagaimana mungkin proyek APBN yang harusnya menjadi role model kualitas malah dikerjakan dengan standar serendah ini, seolah mengorbankan kualitas demi keuntungan sepihak?
Saat dikonfirmasi mengenai temuan kejanggalan material ini, Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Cukuh Balak, Alwani, dengan cepat memberikan bantahan.
”Yang dipakai itu pasir sungai dari Semaka,” ujar Alwani.
"Jadi harus bagaimana? kalau pasir laut dan sungai ga boleh, apa harus pakai pasir bawah?," sambungnya lagi.
Namun, bantahan ini terasa hampa dan kontras dengan bukti visual dan tekstur material adukan yang ditemukan di lapangan, yang secara jelas mengindikasikan adanya kandungan yang tidak sesuai untuk standar konstruksi.
Ditambah lagi ada keterangan dari seorang pekerja di lokasi, yang mengaku memang benar ada campuran material pasir laut. Bantahan ini justru memperkuat dugaan adanya upaya untuk menutupi penyimpangan kualitas.
Pihak berwenang dan inspektorat diminta untuk segera melakukan audit dan kajian secara menyeluruh terhadap sampel material di lokasi guna membuktikan kadar klorida dan gradasi pasir, demi mencegah tragedi struktural di masa depan. (Team).


